Sebagai seseorang
yang terkadang dilabeli ‘pemalas’, merasa (ini baru merasa saja
lho ya) capek atau lelah biasanya adalah alasan pertama dan utama saya untuk
berhenti atau menunda mengerjakan sesuatu yang sebenarnya penting dan mendesak
untuk dikerjakan.
Alasan saya? Yaaa, mau bagaimana
lagi, masa mau dipaksakan terus bekerja kalau sudah capek. Nanti malah hasilnya
jelek atau tidak maksimal, atau saya akhirnya jadi jatuh sakit dan malah tidak
bisa mengerjakan hal yang lain. Plus segudang alasan lainnya.
Tapi baru-baru ini saya membaca sebuah artikel dari Christian
Jarrett, penulis majalah dan editor blog British Psychological Society (BPS), mengenai sisi psikologis dalam
mengatur stamina [pdf] pada atlet, dan
bagaimana mereka membangun ketahanan mental untuk mengalahkan rasa malas
berlatih atau capek dan lelah ketika berkompetisi. Apa saja?
Mengingat rival, saingan, atau
kompetitor kita. Ketika berlatih, belajar, atau
bekerja, ada kalanya rasa malas melanda, bahkan sejak kita bangun pagi di
tempat tidur. Untuk mengatasinya, kita bisa mengingat siapa saja rival,
saingan, atau kompetitor kita, dan membayangkan bahwa mereka sudah bangun dan
sibuk berlatih atau bekerja untuk ‘mengalahkan’ kita sementara kita masih ngolet di
kasur. Tentu kita tak ingin hal itu terjadi kan?
Memiliki
inspirasi dan motivasi yang kuat sebagai alasan berjuang. Ada
yang termotivasi untuk membahagiakan orangtua, menyejahterakan anak-istri, atau
terinspirasi oleh tokoh idola yang juga berhasil di bidang yang sama. Apapun
inspirasinya, itu harus sangat pribadi dan emosional untuk kita, sehingga bisa
jadi penyemangat atau pembangkit yang kuat dan efektif.
Membagi
tujuan akhir menjadi serangkaian tujuan kecil. Tujuan
akhir yang besar akan terasa sulit dilaksanakan, sehingga seringkali kita
justru menurunkan standar. Padahal, jika tujuan akhir itu dibagi-bagi ke dalam
beberapa tujuan lebih kecil, tujuan akhir sebesar apapun akan lebih mudah dijalani
karena kita hanya perlu berfokus pada satu tujuan kecil saja. Keberhasilan
dalam mencapai satu tujuan kecil nantinya juga lebih memotivasi kita untuk
mencapai tujuan berikutnya.
Membayangkan
skenario terburuk dan mengantisipasinya. Keinginan
untuk berhenti pasti sempat terbersit ketika kita melakukan kesalahan fatal
atau menemui hambatan tak terduga. Dengan membayangkan skenario-skenario
terburuk yang mungkin timbul dan menyusun rencana untuk mengantisipasinya, maka
kita tidak akan panik atau mudah menyerah ketika hal-hal buruk itu benar-benar
terjadi.
Menerima
rasa lelah sebagai bagian dari usaha. Rasa
lelah harus diterima sebagai hal yang tak terhindarkan, bahkan normal dalam
berusaha. Agar kita bisa tetap terus berusaha meskipun seluruh badan terasa capek,
kita bisa mengingat pengalaman di masa lalu (entah pada saat berlatih atau
belajar) di mana kita pernah mengalahkan rasa lelah dan pada akhirnya berhasil.
Bagaimana dengan anda, apakah anda
punya cara sendiri untuk mengalahkan rasa capek dan lelah?
0 comments:
Post a Comment